Anotasi Kasus Korupsi Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung

 

Fakultas Hukum Universitas Mataram bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah melakukan Anotasi Putusan kasus korupsi dengan Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Anotasi putusan atau biasa disebut juga eksaminasi public adalah studi ilmiah dan kajian kritis terhadap produk hukum sekaligus merupakan kontrol sosial terhadap substansi dan prosedur badan peradilan.

Kasus SAT menjadi menarik untuk di lakukan anotasi karena dalam kasus ini putusan Mahkamah Agung sangat berbeda dengan Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi. Dalam Putusan Pengadilan Negeri No. Nomor 39/PID.SUS/TPK/ 2018/PN. JKT.PST. Terdakwa dijatuhi pidana penjara 13 (tiga belas) tahun dan pidana denda sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tanggal 2 Januari 2019, Pengadilan Tinggi memberikan amar putusan antara lain Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda sebesar Rp1.000.000.000, (satu miliar rupiah). Atas Putusan tersebut terdakwa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusan Nomor 1555/K.Pid.sus/2019 Mahkamah Agung telah memberikan putusan antara lain menyatakan Terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana serta menyatakan Terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum.

Putusan Mahkamah Agung yang sangat berbeda itulah yang menjadikan Tim Kaji Putusan Fakultas Hukum memilih kasus ini untuk dianotasi, Kasus bermula saat Terdakwa selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73/ M Tahun 2002 tanggal 22 April 2002 bersama sama dengan Dorojatun Kunjtoro Jakti, Syamsul Nursalim dan Ijtih Nursalim pada tanggal sekitar 21 Oktober 2003, tanggal 29 Oktober 2003, tanggal 13 Februari 2004 tanggal 26 April 2004 atau setidak tidaknya pada suatu waktu pada tahun 2003 dan tahun 2004 bertempat di kantor BPPN di wisma Danamon Lantai 15 jalan Jendral Sudirman Kav. 45-46 Jakarta telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum yaitu Terdakwa selaku Ketua BPPN melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) kepada petani tambak (petambak) yang dijamin oleh P.T Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) serta menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meskipun Syamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak untuk diserahkan kepada BPPN seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepesentasi). Terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Syamsul Nursalim sejumlah Rp. 4.580.000.000.000,00 (empat triliun lima ratus delapan puluh miliar rupiah) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah RP. 4.580.000.000.000,- atau sekitar jumlah tersebut. Atas perbuatannya tersebut Jaksa Penuntut Umum Mengajukan Dakwaan berbentuk Alternatif yakni :Kesatu Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor atau Kedua Pasal 3 UU TIPIKOR.

Dalam melakukan anotasi Putusan ini Tim Kaji Putusan mengadakan beberapa kali pertemuan dan dua kali Focus Group Discusison. FGD pertama dilaksanaka pada tanggal 12 Agustus 2021 dan FGD kedua dilaksankana tanggal 14 September 2021. Hadir dalam .FGD 2 antara lain tim KPK, Asosiasi Profesor, aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa dan Kepolisian), perwakilan komisi yudisial, serta akademisi. Diantara dua FGD kami melakukan pertemuan melalui zoom meeting dengan Asosiasi Profesor Indonesia (API) untuk menerima masukan tentang anotasi yang sudah kami buat.

Hasil dari Anotasi putusan ini pada intinya dalam beberapa hal tim tidak sepakat dengan putusan Mahkamah Agung. Misalnya dalam menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana, tim berpendapat bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana karena telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan. Demikian juga dengan pendapat bahwa yang dilakukan Terdakwa adalah perintah jabatan hingga tidak dipidana, Tim berpendapat bahwa yang dilakukan Terdakwa bukan perintah jabatan. Dalam FGD 2 Tim mendapat masukan agar memasukkan kajian dari segi Hukum Administrasi Negara, untuk mempelajari apakah yang dilakukan oleh Terdakwa adalah kewenangannya atau Terdakwa telah menyalahgunakan wewenang.

Secara keseluruhan semua peserta berpesepakat bahwa harus ada upaya yang dilakukan khususnya dalam kasus ini mengingat kerugian negara yang cukup besar. Harapan semua pihak agar para penegak hukum lebih serius dalam menangani kasus korupsi terutama korupsi dengan kerugian negara yang cukup besar. Putusan yang dihasilkan hendaknya juga mencerminkan keadilan, kepastian hu kum dan kemanfaatan.